Tugas Rangkuman Novel Non-Fiksi Bahasa Indonesia

Ahmad Faiz Fikri(03)XI Mia 6

Tugas Rangkuman Novel Non-Fiksi

Buku: Menembus Batas

Penulis: Budi Setiadi & tim Ziyad Visi Media

Halaman: 180 halaman ; 205mm

Penerbit: Ziyad Visi Media, 2010



 Tujuan Penulis

    Buku ini menyajikan pengalaman dari bapak Budi mulai dari saat ia susah namun mampu mendidik anak-anaknya dengan baik sampai kuliah dan mendapat pekerjaan yang mereka inginkan. Selain itu, buku ini sangat amat banyak menyajikan pelajaran hidup untuk semua orang .

Manfaat Penulisan Buku

    Buku ini akan mengajarkan kita arti dari kata "Sabar" dan akan memberi kita banyak pelajaran hidup lainnya. Buku ini membuat tiap orang tersadar begitu sulitnya untuk bertahan hidup dan juga batapa sulitnya untuk mencari uang demi sesuap nasi. Buku ini juga mengajarkan kita untuk selalu bersyukur karena walaupun kita memiliki banyak kekurangan, suatu saat Allah pasti akan menolong kita dengan cara yang tidak terduga asalkan kita tetap sabar.

Ringkasan

    Budi Setiadi lahir pada  29 November 1957  di Nusukan, Surakarta. Merupakan seorang bapak sebagai kepala keluarga mempunyai tugas yang berat, karena harus memimpin keluarga serta mencari nafkah dan mendidik anak-anaknya. Begitulah yang di alamai oleh bapak dengan 6 (enam) anak ini. Yang masa mudanya begitu mengharukan karena lebih memilih meninggalkan keluarganya(orang tua pak Budi) untuk dapat mengamalkan agama islam.

    Mulai dari sinilah perjuangan seorang Budi dimulai, Budi melantunkan kalimat syahadat di depan hadapan seorang ustadz dan menjadi mualaf. Kemudian Budi mulai belajar agama dan kitab. Keluarga bapak Budi dahulunya adalah keluarga yang berkecukupan, namun karena keluarga nya menentang bapak Budi untuk menjadi seorang mualaf, Budi lebih memilih untuk meninggalkan keluarganya.

    Setelah bapak Budi sudah mendalami ilmu agama dan juga berdakwah dimana-mana, bapak Budi dijodohkan dengan sesorang dari Kalten Surakarta. Perempuan itu adalah ibu Suwarsi. lalu pernikahan bapak Budi dan ibu Suwarsi dilakukan di Klaten dirumah sang mempelai wanita. Setelah menikah mereka meninggalkan rumah dan memulai hidup baru tanpa memiliki apapun. lalu mereka menemukan rumah pertama mereka dengan sewa Rp25.000 per tahun namun bapak Budi menolak karena tidak memiliki uang.

    Untuk tinggal pun tidak semudah itu karena bapak Budi harus berpindah-pindah kontrakan karena seringnya pemilik kontrakan yang berbohong mengatakan bahwa bapak Budi belum membayar dan harus membayar 2x. 

    Lalu saksi pertama kehidupan bapak Budi pun terlahir, yaitu Sholihah anak pertama dari bapak Budi dan ibu Suwarsi. Perjalanan pendidikan Sholihah tidak mudah. Ujian demi ujian mulai berdatangan mulai dari keuangan untuk membayaran pendidikannya hingga cemoohan tiada henti yang Sholihah terima karena miskin. Namun karena pak Budi percaya Allah SWT. tidak akan menguji hambanya di atas kemampuannya. Akhirnya pak Budi memotivasi Sholihah agar semangat belajar dan membuktikannya dengan prestasi. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA Islam dan akhirnya di terima di fakultas Kedoktorean UGM memalui Program Penelusuran Bibit Unggul Berprestasi (PBUB), baru mereka percaya bahwa orang miskin bisa menempuh pendidikan yang tinggi

    Selanjutnya anak ke 2 bapak Budi yang tomboy yaitu Walidah. Ternyata jalan hidupnya juga tidak mudah namun Walidah dan keluarga bapak Budi mampu melewatinya. . Dan yang mengejutkan adalah Walidah mendapatkan beasiswa kuliah full hingga lulus dari sebuah lembaga pemberi beasiswa untuk sekolah di fakultas Kedokteran. Namun, sama dengan kakaknya, walidah melepaskan beasiswanya dan lebih memilih kuliah di bidang teknik. Hingga akhinya di terima di fakultas Teknik Mesin ITB.

    Lalu anak ke 3 bapak Budi si pembaca cepat yang pernah membaca buku 540 halaman dalam waktu 6 jam , inilah Hafidzur Rosyad al Makhi yang diterima di kampus UGM fakultas Teknik Geodesi. Hafid ini sudah di anggap seperti anak sendiri olah orang yang ia dan pak Budi temui di masjid dekat kampus teknik UGM, yang melalui cerita panjang mereka berkenalan dan akhirnya hafid di anggap seperti keluarga sendiri yang makan dan tempat tinggal gratis dari orang tersebut

    Lalu anak ke 4 bapak Budi bernama Mallina Mar’atash Shalihah, saat mengandung Mallina ibu Suwarsi divonis sinusitis. Kemampuan akademis Mallina di sekolah yang cukup menggembirakan, karena bisa lolos seleksi penerimaan beasiswa dari Yayasan Solo Peduli seperti kedua kakaknya. 

    Kemudian anak ke 5 bernama Abdullah Yahya anak pak Budi yang pemberani dan cerdas. Karena keberaniannya pak Budi sempat di panggil kepala sekolah karena Yahya melempar batu ke kepala temannya. Yahya melanjutkan sekolahnya di SMART EKSELENSIA INDONESIA yang merupakan sekolah akselerasi dengan standart akademis yang tinggi. Hingga akhirnya mendapatkan beasiswa untuk kuliah dari Yayasan Solo Peduli, Surakarta.

    Kemudian anak terakhir yaitu murid pelayanan khusus, Aulia Khoirun Nisa. Tidak kalah pintarnya dengan kelima kakaknya Nisa di minta agar masuk di kelas khusus. Kelas pelayanan khusus ini di bentuk untuk mengumpulkan anak-anak yang tingkat kecerdasannya tinggi dan nilai akademis yang memuaskan. Awalnya pak Budi menolak Nisa masuk ke kelas khusus karena melihat adanya diskriminasi yang sangat mencolok namun karena kakak-kakak Nisa menyarankan agar Nisa memasuki kelas khusus tersebut  agar dapat meningkatkan jiwa kompetisi dan meningkatkan semangat belajarnya. Akhirnya Nisa masuk di kelas pelayanan khusus.

    Semua hal ini merupakan sebuah hasil dari kesabaran bapak Budi dan keluarganya menghadapi setiap ujian dan cobaan yang ada. Jadi bapak Budi ini ingin mengajarkan kita untuk tetap sabar untuk melalui setiap cobaan yang diberikan kepada kita karena Allah tidak akan memberikan cobaan yang melampaui batas seorang hambanya.

Comments

Popular Posts